Sore itu ku berjalan
susuri barisan gerbong kereta tua yang sudah pensiun. Ketika aku berada di
samping salah satu gerbong kereta tua dengan jendela yang sudah retak,
tiba-tiba terdengar sebuah suara menyayat hati.
“Bu… lapar….”
Kupertajam indera
dengarku.
“Bu, pengen makan….”
“Iya nak, ibu tahu kau lapar. Tapi, ibu tak punya apa-apa. Tunggu bapak ya….”
“Bu… aku lapar.”
“Iya nak, ibu tahu. Tunggu bapakmu.”
Aku tak berdaya
mendengarnya. Kuingin membantu, tapi… nasibku serupa. Sudah sejak pagi tadi
perutku hampa. Hanya air mineral yang bisa kuteguk. Itupun hanya setengah botol
yang tersisa. Beruntung kutemukan botol air itu di kursi gerbong paling ujung.
Tak biasanya aku kehabisan barang penumpang yang tertinggal.
“Bu, lapar….”
“Iyaaaa… nak… tunggu bapakmu.”
Tiba-tiba kulihat di
kejauhan tampak seorang tua berjalan agak gontai. Dia menghampiri sumber suara
yang kudengar tadi.
“Nak, Tuhan mendengarmu. Bapakmu sudah datang. Semoga ia membawa makanan.”
“Bu, bapak pulang.”
“Bapak… Ara lapar, mau makan.”
“Iya, nak, bapak juga dengar suaramu. Beruntung kita hari ini karena presiden
kita mau menaikkan harga BBM. Semoga terus setiap hari berita itu muncul.”
“Pak, Ara lapar. Ara gak ngerti BBM. Ara mau makan.”
“Iya, nak. Bapak tahu. Bapak bawa makanan. Tapi, kamu harus bilang makasih.”
“Iya pak, makasih.”
“Bukan ke bapak nak, tapi ke presiden kita.”
“Emang makanan ini dari presiden ya pak?”
“Iya nak, karena presiden mau menaikkan BBM, hari ini bapak dapat makanan.”
“Pak presiden yang ngasih nasi bungkus ini pak? Bapak tadi ketemu presiden ya?
Bapak hebat. Ara mau ketemu presiden pak. Ara mau bilang makasih ke presiden.
Bapak antarkan Ara Ya….”
“Sudah, kamu makan dulu sana…. Habiskan ya nak.”
Sesaat
ku terdiam. Kurenungkan dialog bpk dan anak itu. Presiden mmberi nasi bungkus?
Kpd bapak tua yang tinggal di gerbong? Telingaku terganggukah? Bermimpikah aku?
Atau memang benar sang presiden sebaik itu??
Alangkah
baiknya sang presiden. Sungguh seorang pemimpin yang peduli pada rakyatnya. Aku
terharu.
Namun
tiba-tiba secuil otakku berontak. Tidak, presiden tidak sebaik itu. Kudengar
tadi ada isu BBM akan dinaikkan. BBM naik. Bukankah hal itu berat untuk rakyat??
Termasuk aku dan bapak itu sekeluarga akan terkena dampaknya.
BBM
naik. Presiden memberi nasi bungkus. Apa hubungannya???
Otakku
yang kerdil ini tak sanggup temukan jawabannya. Aku linglung. Di tengah
kelinglunganku aku limbung. Aku tertidur dgn perut yang hanya terisi air
mineral setengah botol, yang tadi tertinggal.
Keesokan
paginya ku terbangun. Seperti biasanya kususuri gerbong demi gerbong brharap
ada makanan/barang penumpang tertinggal. Hari ini aku lebih beruntung.
Kutemukan di salah satu gerbong, setengah roti sobek ukuran sedang dn seperapat
botol air mineral. Tuhan berbaik hati padaku. Walau bukan presiden yang
memberiku makan, aku bersyukur Tuhan masih sayang padaku.
Hari
ini perutku lebih terisi. Sepertinya utangku pada perutku kemarin telah kulunasi.
Kunikmati kebaikan Tuhan hari ini. Puas mengisi perut, ku berjalan susuri
barisan gerbong-gerbong tua yang sudah pensiun. Aku di salah satu gerbong,
sedang bapak tua yang mendapat nasi bungkus dari presiden itu dan keluarganya
di gerbong selanjutnya.
Masih
penasaran dengan kisah mereka kemarin. Aku pun lalu kembali mendekati mereka.
Kucoba menguping untuk mendapatkan jawaban. Benarkah sang presiden memberikan
nasi bungkus kepada bapak tua itu? Lalu apa hubungannya dengan BBM akan naik??
Dengan
sabar kutunggu si bapak tua itu pulang. Lalu seperti hari-hari sebelumnya.
Kudengar dialog dengan urutan yg sdh kuhapal.
“Bu, lapar… mau makan.”
“Iya nak, tunggu bapak pulang.”
Seperti
sebelumnya pula, beberapa lama kemudian sang bapak tua pulang. Tentu saja membawa
makanan untuk anaknya.
“Pak, lapar….”
“Iya nak, nih bapak bawa nasi bungkus lagi buat kamu. Ini dari presiden juga,
nak.”
“Bapak ketemu pak presiden lagi?”
Sang
bapak tua tak menjawab. Ia malah menjawab seperti tadi.
“Nasi ini dari presiden kita, nak.”
Lalu
meminta anaknya makan.
“Sudah, makan dulu sana. Habiskan nasi dari pak presiden.”
Beberapa
saat kemudian, sang ibu menarik bapak tua itu menjauh dari anaknya. Kemudian ia
berbisik. Sayup kudengar dialog mereka, sementara si anak asik dengan makanannya.
“Bapak benar bertemu pak presiden? Benar bapak diberi nasi bungkus oleh
presiden? Benar bapak…. Benar bapak….”
Rentetan
pertanyaan berbisik itu meluncur deras dari mulut sang ibu. Seolah menumpahkan
segudang rasa penasaran.
Hahahaha,
ternyata rasa penasaranku tak kalah dengan sang ibu. Dalam hati kumerasa
sebentar lagi penasaran itu ‘kan terjawab.
Dengan
tenang sang bapak memegang kedua pundak sang ibu.
“Bu, kita ini siapa? Presiden kita siapa? Kita tinggal di gerbong tua, beliau
di istana. Dia tak mengenal kita bu, dia tak kenal bapak. Lagipula ibu percaya
bahwa presiden memberi nasi bungkus kepada rakyat hina seperti kita??”
“Tapi pak…. Beberapa hari ini bapak bilang dapat nasi bungkus dari presiden.”
“Bu…, bapak sendiri takkan percaya seandainya hal itu benar.”
“Lalu pak…. Dari mana nasi bungkus itu?”
Rasa
penasaranku semakin menjadi. Otakku mendidih, badanku bergetar menanti jawaban
untuk pertanyaan-pertanyaan itu.
“Bu, bapak beberapa hari ini mendekati lokasi demonstrasi. Mereka katanya
menolak kenaikan BBM. Bapak tidak tahu masalah BBM. Bapak juga tak peduli.
Siang-malam kita tidak berhubungan dengan BBM. Yang bapak tahu, menurut
teman-teman pemulung lainnya, di sana ada demonstrasi. Mereka menolak BBM naik.
Kata
mereka, setiap siang sekitar jam 12-an pendemo itu istirahat. Mereka makan
siang. Mereka bilang setiap siang itu ada beberapa orang yang datang membawa
makanan, nasi bungkus. Nasi bungkus itu dibagikan kepada para pendemo. Tukang
becak, pengemis, dan pemulung yang ada di sana dikasih juga, bu.
Beberapa
hari ini bapak mendekati demonstrasi dan ketika pembagian nasi, bapak juga
dapat bagian. Bapak tidak tahu siapa yang mengirim nasi bungkus itu. Bapak cuma
tahu pak presiden ingin menaikkan harga BBM. Bagi bapak, nasi bungkus ini
karena niat presiden, nasi ini dari presiden.
Seketika
aku tergagap. Aku terdiam berjuta bahasa. Presiden memang baik hati. Presiden
memang memberi nasi bungkus kepada bapak tua itu.
===TAMAT===